Pada tanggal 4-6 Januari 2024 mahasiswa angkatan 2021 semester 5 kelas AK3 melakukan penelusuran sumber sejarah ke Masjid Tua Jerra'E Allakuang di Sidrap, Masjid Jami' Tua Kota Palopo dan ke Istana Luwu.
Mahasiswa AK3 di dampingi oleh Dosen Mata Kuliah Praktek Penelusuran sumber sejarah yaitu Bapak Nur Ahsan Syakur, S.Ag., M.Si bersama Amirullah, S.Hum., M.Hum
Penelusuran pertama ke Masjid Tua Jerra'E Allakuang di Sidrap
Masjid Tua Jarra'E Desa Allakuang Kec. Maritengngae
Masjid Tua Jerra'E Allakuang merupakan Masjid pertama dan tertua di wilayah Ajatappareng serta salah satu Masjid tertua yang ada di Sulawesi Selatan yang didirikan pada tahun 1016 H atau tahun 1609 M oleh Addaowang Sidenreng "La Patiroi" yang terkenal dengan Addaowang Terakhir (VII) sekaligus merupakan Addatuang Sidenreng yang pertama dimana pada saat itu Allakuang merupakan pusat pemerintahan kerajaan Sidenreng dan pada saat itu pula rakyat kerajaan mulai memeluk agama Islam.
Bangunan Masjid Tua Jerra'E ini dibangun di atas area seluas 21 x 12 meter yang berada di ketinggian 67 mdpl dengan kordinat S 03,58 21, E 119,47 50,0, bagian atasnya bersusun tiga yang mirip bangunan Masjid Demak di Pulau Jawa, sedangkan tempat Imam (arimangen) yang berukuran 4,4 x 2,8 meter dengan tinggi 2 meter yang model arsitek yang indah dengan menggunakan bahan bangunan lokal, kemudian tiang tengah terbuat dari Kayu Ladang, dengan 4 buah tiang berdiameter 35 cm merupakan tiang penyanggah kedua berdiameter 20 cm.
Disamping tiang-tiang tersebut, masih terdapat tiang di sisi Masjid pada keempat sisinya sebnyak 16 buah tiang berdiameter lebih kecil sebagai penopang atap bagian sisi Masjid. Bahan bangunan dari bagian- bagian kecil yang dipasang di bagian atas yang disebut Aju Te', Bakkelleng, dan Kaso sebagai tempat pemasangan atap yang terbuat dari bahan lokal dengan jenis Canagori dan kayu Lilupang dan atap yang digunkan adalah atap ijuk yang merupakan bahan lokal yang mudah didapatkan pada masa itu dan karena zaman atap Masjid diganti dengan seng supaya bertahan lebih lama.
Penelusuran selanjutnya ke Masjid Jami' Tua Kota Palopo
SEKILAS TENTANG MASJID JAMI' TUA PALOPO
Dibangun sekitar tahun 1603 M. Oleh PONG MANTE atau kurang lebih 400 tahun yang lalu. Sampai sekarang Masjid ini hampir semuanya masih sama dengan bangunan aslinya dari konstruksi batu yang saling mengait dengan luas persegi +12 m x 12 m.
Menurut Sejarah, Islam masuk di Tana Luwu diantaranya melalui seorang Ulama besar dari Minangkabau yang kemudian bergelar Datuk Sulaiman dan dikebumikan di Malangke. Islam masuk ke Tana Luwu / Palopo sekitar tahun 1603 M. dizaman Raja Luwu ke XV yang bergelar DATUK PATTIWARE melalui sebuah dialog tentang Tauhid. Masuknya Datu Luwu menjadi Muslim, lalu diikuti oleh para Bangsawan dan Rakyat Luwu. Namun Islam berkembang pesat kemudian di zaman Datu Luwu ke-XVI Pati Passaung Sultan Abdullah MatinroE ri Patimang dimana Masjid Jami menjadi salah satu monumentnya. Masjid ini dibangun dekat kawasan Istana Datu Luwu.
Masjid Jami dibangun dengan konstruksi batu. Konon dahulu dibangun hanya dalam waktu 77 hari dan setiap batu direkatkan dengan putih telur. Didalamnya terdapat lima tiang dengan satu tiang tengah besar yang menjulang tinggi sebagai soko gurunya. Jumlah 5 tiang melambangkan 5 Rukun Islam sedangkan bentuk tiang persegi 12 melambangkan jumlah anak suku yang ada di Tana Luwu. Disebelah barat pada dua sisinya masing-masing terdapat 6 jendela kecil yang melambangkan 6 Rukun Iman. Susunan atap bersusun tiga melambangkan Simbol Syariat, Ma'rifat dan Hakikat, Pintu masuk ke masjid hanya satu melambangkan Ke-Esaan Tuhan.
Saat ini masjid Jami menjadi bagian Logo KotaPalopo. Sampai saat ini, Masjid Jami' selain tetap menjadi rumah Ibadah juga sering didatangi oleh berbagai Peziarah dari Sul-Sel maupun luar Sul-Sel bahkan dari Manca Negara.
Penelusuran terakhir di Istana Datu Luwu kurang lebih 50 meter dari Masjid Jami' tua palopo
Di dalam istana, ada dua bangunan, yang satu bergaya arsitektur khas Eropa dan di sebelah kirinya miniatur Saoraja atau rumah yang ditempati keturunan raja (kaum bangsawan). Kedua bangunan itu berisikan beberapa peninggalan sejarah Luwu.
Bangunan khas Eropa ini berdominasi warna hijau untuk pintu, serta kusen pada pintu dan jendela.
Temboknya dicat putih polos. Warna emas juga terlihat mendominasi sela-sela jendela. Di depannya juga terdapat halaman yang dihiasi beberapa bunga dan tiang bendera.
Saoraja terbuat dari kayu dengan warna cat dasar coklat tua dan warna emas pada beberapa bagian tangga.
Di depan saoraja, terdapat monumen berbentuk patung tangan yang dibangun pada 23 Januari 1948 yang tengah memegang badik ke arah langit.
Monumen itu bertuliskan Toddo’ Puli' Temmalara dengan cat berwarna merah yang bermakna "keberanian memperjuangkan kebenaran".