Gowa - Dosen Program Studi Sejarah Peradaban Islam (SPI) turut serta dalam acara pembinaan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang diselenggarakan di Sultan Alauddin Hotel and Convention Makassar. Acara ini menghadirkan Menteri Agama Republik Indonesia, Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, M.A., yang menyampaikan paparan penting bertema "Glokalisasi Perguruan Tinggi Berwawasan Ekoteologi", pada 30 Agustus 2025. Acara ini menyoroti pentingnya peran perguruan tinggi dalam menyelaraskan ilmu pengetahuan, etika, dan teologi di era modern.
Dalam paparannya, Prof. Nasaruddin Umar menekankan bahwa pendidikan tidak seharusnya hanya berfokus pada etos atau implementasi semata, tetapi juga pada logos (ilmu pengetahuan) dan teologi (niat, spiritualitas). Beliau mengkritik pendekatan pendidikan yang saat ini cenderung terpisah antara ilmu agama dan ilmu umum, serta lebih mengandalkan logika (otak kiri) daripada rasa (otak kanan). Menurutnya, hal ini telah menyebabkan banyak masalah sosial dan bahkan kebencian antarumat beragama.
Prof. Nasaruddin Umar memaparkan gagasan ekoteologi, sebuah konsep yang mengajarkan manusia untuk kembali bersahabat dengan alam, sebagaimana tradisi masyarakat kuno yang menganggap alam sebagai partisipan dalam kehidupan. Ia mencontohkan bagaimana masyarakat tradisional, seperti nelayan Mandar, memiliki komunikasi batin yang kuat dengan alam, yang memungkinkan mereka mengetahui kondisi cuaca hanya dengan menenggelamkan kaki ke laut. Konsep ini didasarkan pada pemahaman teologis bahwa "semua bertasbih," artinya semua makhluk memiliki energi dan getaran yang memuji Allah.
Lebih lanjut, beliau menyoroti kondisi global yang membuat Indonesia berpotensi menjadi episentrum peradaban keilmuan Islam modern yang baru. Ia berpendapat bahwa negara-negara Islam lain, seperti Mesir, Suriah, dan Sudan, saat ini sedang menghadapi berbagai krisis, termasuk krisis ekonomi dan politik, yang membuat mereka tidak lagi menjadi pusat peradaban yang ideal. Sebaliknya, Indonesia dinilai memiliki kondisi yang stabil, dan soliditas umat beragama, terutama umat Islam, adalah kunci kekuatan bangsa ini.
Prof. Nasaruddin Umar juga mengingatkan tentang bahaya upaya pihak tertentu yang ingin memecah belah umat beragama di Indonesia dengan menekankan perbedaan dan menyebarkan kebencian. Oleh karena itu, ia mendorong perguruan tinggi, khususnya di Makassar, untuk bersinergi dan menjadi mercusuar intelektual yang memprioritaskan pendidikan keagamaan yang moderat dan merangkul kebersamaan.
Sebagai penutup, beliau memberikan beberapa usulan praktis untuk membangun tradisi keilmuan yang kuat, di antaranya:
• Membangun forum diskusi intelektual mingguan untuk dosen dan mahasiswa, alih-alih hanya berfokus pada kegiatan mengajar dan menulis;
• Menghidupkan kembali tradisi "warung-warung intelektual" di lingkungan kampus;
• Mendorong kolaborasi antara perguruan tinggi dengan lembaga pemerintah dan masyarakat;
• Membangun pusat-pusat keilmuan seperti perpustakaan dan arsip sejarah Islam yang terdigitalisasi.
Pemaparan Prof. Nasaruddin Umar ini diharapkan dapat memicu refleksi mendalam di kalangan ASN dan akademisi untuk membangun peradaban yang tidak hanya maju secara teknologi, tetapi juga berlandaskan spiritualitas, etika, dan keselarasan dengan alam.