Kegiatan ini di hadiri oleh Budayawan, Dosen, dan kalangan mahasiswa dari berbagai kampus. Kegiatan ini merupakan puncak dari Rihla Budaya selama 3 hari di SulSel dengan mengangkat tema "Telusur Manuskrip di Sulawesi Selatan : Cahaya Nabi dalam Naskah Sulawesi"
Acara ini dimoderatori oleh ibu Husnul Fahima Ilyas yang merupakan mahasiswa binaan Prof. Oman Faturrahman, M. Hum. Dalam bidang Filologi.
Prof. Oman Faturrahman, M. Hum. Sebagai Guru besar Ilmu Filologi juga merupakan pemateri dalam dialog ini menerangkan kurangnya ahli filologi dalam membaca manuskrip Bugis bahkan ia sendiri mengaku sulit dalam membaca manuskrip Bugis
"Kita di Indonesia kekurangan ahli filologi dalam membaca manuskrip Bugis, bahkan saya sendiri agak kesulitan dalam membacanya. Untungnya ada ibu Husnul Fahima Ilyas yang lancar dalam membaca manuskrip Bugis, " tuturnya.
Lebih lanjut beliau menceritakan perjalanan Rihlah Budaya dalam menelusuri manuskrip dan perasaan beliau ketika membaca naskah Rate' di Cikoang
"Manuskrip yang di tulis langsung oleh Syekh Zainal Abidin 45-55 karya, dan masih banyak manuskrip sebenarnya yang belum kami buka, bahkan saudara kita di pangkep itu menawarkan kurang lebih 1 lemari Manuskrip. Setiba di Cikoang pada saat saya membuka dan membaca teks Rate' seketika perasaan saya merinding ketika membaca manuskrip lainnya padahal sudah banyak manuskrip yang saya baca. Mungkin ini menjadi pembeda dengan peneliti lokal dengan asing" tuturnya.
KH. Helmi Ali Yafie penyimpan manuskrip karya Syekh Zainal Abidin juga sebagai pemateri dalam dialog budaya berpandangan bahwa generasi ulama di Sulsel yang kita pelajari terputus (distorsi sejarah)
"Ada keterputusan ulama dari masanya Syekh Yusuf abad ke 17 sampai ke masanya Anregurutta KH. As'ad, KH. Ambo Dalle dan yang lainnya di abad ke 20, sedangkan di abad 18 dan 19 kita tidak menemukan ulama yang berperan sebagai penyebar agama islam, inilah yang perlu kita ungkap kepermukaan untuk di ketahui oleh masyarakat, "tuturnya.
Ir. Fadli Ibrahim Surur, ST. MT. Juga menerangkan betapa pentingnya kita mempelajari naskah-naskah atau manuskrip terdahulu
"Meskipun saya bukan dari alumni sejarah, sastra dan filologi tetapi saya merasa terpanggil dalam mengkaji manuskrip dahulu, karna saya merasa bahwa itu sangat penting untuk kita pelajari, apa lagi melihat kalangan mahasiswa yang kurang mengkaji atau mengangkat naskah-naskah atau manuskrip sebagai penelitian skripsinya"tuturnya
Dr. Drg. H. M. Arief Rasyid Hasan, M. Km juga menerangkan bahwa sesuatu yang terjadi hari ini berkaitan erat dengan kejadian yang telah berlalu
"Apa yang kita capai pada hari ini tidak terlepas dari pengaruh orang tua kita dahulu, dari sini saya merasa sangat penting untuk melakukan pengkajian terhadap manuskrip yang kita miliki di Sulsel ini. Dan di setiap orang pasti ada masanya.
Lebih lanjut ia menuturkan harapannya kepada generasi Z untuk sama-sama bertanggungjawab dengan kebangsaan dan keumatan.
"Tanggung jawab kebangsaan dan keumatan ini mesti menjadi tugas kita bersama khususnya kepada generasi Z ayo kita sama-sama belajar mengetahui kejadian dulu yang pernah terjadi melalui manuskrip, naskah-naskah kuno agar kita paham dengan sejarah perjalanan tanah air ini"tutupnya.