Hari Komunikasi Damai Internasional

  • 07 Oktober 2025
  • 07:53 WITA
  • Administrator
  • Berita

Setiap tahun, dunia memperingati Hari Komunikasi Damai Internasional sebagai momentum untuk menegaskan pentingnya membangun perdamaian melalui kata, dialog, dan pemahaman lintas budaya. Hari ini menjadi simbol bahwa komunikasi bukan hanya alat untuk menyampaikan pesan, tetapi juga senjata ampuh dalam menciptakan harmoni di tengah perbedaan. Sejarah lahirnya peringatan ini tidak lepas dari semangat dunia pasca-Perang Dunia II yang berusaha membangun tatanan global baru yang berlandaskan pada perdamaian dan kerja sama antarbangsa.

Gagasan awal tentang komunikasi damai berakar dari dekade 1940-an hingga 1950-an, ketika Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dibentuk pada tahun 1945 setelah kehancuran besar akibat perang dunia. Saat itu, masyarakat internasional menyadari bahwa konflik tidak hanya muncul karena persenjataan, tetapi juga karena komunikasi yang keliru, ujaran kebencian, dan propaganda yang menyesatkan. Seiring berkembangnya teknologi media massa, dunia semakin memahami bahwa kata-kata dapat membawa perdamaian, namun juga bisa menimbulkan permusuhan. Oleh karena itu, muncul kesadaran global bahwa komunikasi harus diarahkan untuk memperkuat nilai-nilai kemanusiaan dan perdamaian.

Pada tahun 1978, UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization) mulai mengangkat tema “Communication for Peace” dalam berbagai konferensi internasional. Melalui program-program seperti International Programme for the Development of Communication (IPDC), UNESCO mendorong pentingnya penggunaan media dan komunikasi sebagai sarana pembangunan dan perdamaian. Dari sinilah konsep komunikasi damai internasional mulai dikenal luas dan menjadi wacana global. UNESCO menegaskan bahwa media, jurnalis, dan masyarakat memiliki tanggung jawab moral untuk menggunakan kebebasan berekspresi secara bijak, tanpa menimbulkan kebencian dan perpecahan.

Gagasan tersebut semakin kuat pada dekade 1990-an, ketika dunia memasuki era globalisasi dan revolusi digital. Komunikasi lintas negara menjadi semakin mudah, namun juga semakin rawan disalahgunakan. Perang ideologi, konflik antaragama, dan penyebaran berita palsu menjadi tantangan baru bagi masyarakat dunia. Untuk menanggapi situasi ini, sejumlah organisasi internasional, akademisi, dan aktivis perdamaian mengusulkan adanya Hari Komunikasi Damai Internasional yang secara khusus menyoroti peran komunikasi dalam menciptakan perdamaian global. Tujuannya sederhana namun mendalam: agar masyarakat dunia memiliki satu hari untuk merefleksikan bagaimana kata-kata, bahasa, dan media dapat digunakan untuk menumbuhkan pengertian dan empati.

Peringatan ini kemudian disahkan secara internasional pada awal tahun 2000-an, dengan dukungan dari berbagai negara anggota PBB. Sejak saat itu, setiap tanggal 18 Oktober diperingati sebagai Hari Komunikasi Damai Internasional. Berbeda dari Hari Perdamaian Dunia (21 September) yang lebih menekankan pada penghentian konflik bersenjata, Hari Komunikasi Damai berfokus pada cara manusia membangun perdamaian melalui komunikasi positif, empatik, dan menghargai perbedaan. Berbagai lembaga pendidikan, media, dan organisasi masyarakat di seluruh dunia memperingati hari ini dengan seminar, lokakarya, serta kampanye literasi komunikasi damai.

Seiring berjalannya waktu, makna Hari Komunikasi Damai Internasional semakin relevan di era digital. Dengan kemunculan media sosial, setiap individu kini memiliki kekuatan untuk menyampaikan pesan ke publik luas. Namun di sisi lain, hal ini juga membawa risiko munculnya ujaran kebencian, disinformasi, dan polarisasi sosial. Karena itu, peringatan ini menjadi pengingat bahwa tanggung jawab komunikasi damai tidak hanya berada di tangan pemerintah atau media besar, tetapi juga di tangan setiap individu. Menyebarkan pesan positif, menghormati pendapat orang lain, dan berpikir kritis sebelum berbicara atau menulis adalah wujud sederhana dari komunikasi damai yang nyata.

Dalam konteks sejarah peradaban manusia, komunikasi damai sebenarnya telah dikenal sejak zaman kuno. Filsuf-filsuf seperti Socrates, Confucius, dan Al-Farabi menekankan pentingnya dialog dan kebijaksanaan dalam berbicara sebagai dasar kehidupan bermasyarakat. Bahkan dalam tradisi keagamaan, komunikasi damai menjadi nilai universal — Islam mengajarkan qaulan layyinan (perkataan yang lembut), agama Buddha mengajarkan samma vaca (ucapan benar), dan ajaran Kristen menekankan kasih dalam berbicara. Semua itu menunjukkan bahwa nilai komunikasi damai sudah mengakar dalam sejarah umat manusia jauh sebelum istilah modern ini muncul.

Hari Komunikasi Damai Internasional kemudian menjadi titik temu antara nilai-nilai sejarah, budaya, dan moral manusia. Ia mengingatkan bahwa di balik semua kemajuan teknologi dan politik, manusia tetap membutuhkan seni berbicara yang menenangkan, bukan yang memecah belah. Sejarah telah membuktikan bahwa banyak perang besar dimulai dari kesalahpahaman, sementara banyak perdamaian abadi lahir dari keberanian untuk berdialog.

Oleh karena itu, memperingati Hari Komunikasi Damai Internasional bukan hanya mengenang sejarah lahirnya sebuah peringatan dunia, tetapi juga meneguhkan komitmen untuk terus menjaga perdamaian melalui kata-kata. Di sekolah, kampus, lembaga pemerintahan, hingga media sosial, setiap individu dapat menjadi agen komunikasi damai. Dunia akan semakin sejuk jika setiap ucapan disampaikan dengan empati, setiap perbedaan dibahas dengan bijak, dan setiap konflik dihadapi dengan dialog. Sebab, sebagaimana sejarah mengajarkan, kedamaian tidak akan lahir dari senjata, melainkan dari komunikasi yang penuh pengertian.